Sabtu, 08 Juni 2013

Kasus Letter of Credit (Akutansi Internasional)



A.    Pengertian Letter of Credit
L/C yang merupakan singkatan dari Letter of Credit, kadang disebut juga sebagai Credit khususnya dalam Uniform Customs and Practice (UCP). Disamping itu Documentary Credit juga dikenal sebagai istilah yang umumnya dipakai dalam konfirmasi L/C (lembaran L/C). Documentary Credit mengandung arti bahwa bank hanya bertanggung jawab sebatas dokumen dan tidak bertanggung jawab atas komoditi yang dikapalkan apakah sesuai degan yang tersurat dalam dokumen. Singkat kata petugas bank tidak berurusa dengan barang yang dikapalkan.
L/C merupakan janji bayar dari Bank Pembuka kepada pihak Eksportir sepanjang mampu menyerahkan dokumen yang sesuai dengan syarat dan kondisi L/C. Bagi para nasabah importir, BCA menyediakan jasa layanan untuk penerbitan berbagai jenis L/C, mulai dari Sight L/C (atas unjuk), Usance L/C (berjangka), Red Clause L/C (pembayaran di muka), hingga Standby L/C. Penerbitan L/C dapat dilayani dalam 22 mata uang asing ke berbagai penjuru dunia di mana Anda bermitra bisnis.
Suatu instrumen (dapat berupa telex, swift, surat) yang dikeluarkan oleh bank (bank penerbit L/C) atas permintaan nasabahnya (importir/ buyer/applicant) yang memberikan kuasa kepada penjual (eksportir/ seller/beneficiary) untuk menarik dengan sehelai wesel/draft sejumlah uang jika telah memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam instrumen tersebut.
Sumber Hukum Uniform Customs and Practice for Documentary Credits-500 (U.C.P.D.C.-500) 1993 Revision. Cara Pembayaran Ekspor-Impor yang paling aman adalah menggunakan Letter of Credit (L/C). L/C di sini dimaksudkan menjembatani perdagangan internasional atau antar negara dimana pembeli dan penjual belum saling mengenal baik, maka dengan media L/C resiko non payment dapat dialihkan ke bank yang terkait dalam proses L/C (Issuing bank, negotiating bank, conferming bank). L/C yang merupakan singkatan dari Letter of Credit, kadang disebut juga sebagai Credit  khususnya dalam Uniform Customs and Practice  (UCP). Disamping itu Documentary Credit juga dikenal sebagai istilah yang umumnya dipakai dalam konfirmasi L/C (lembaran L/C). Documentary Credit mengandung arti bahwa bank hanya bertanggung jawab sebatas dokumen dan tidak bertanggung jawab atas komoditi yang dikapalkan apakah sesuai dengan yang tersurat dalam dokumen. Singkat kata petugas bank tidak berurusa dengan barang yang dikapalkan. L/C merupakan janji bayar dari Bank Pembuka kepada pihak Eksportir sepanjang mampu menyerahkan dokumen yang sesuai dengan syarat dan kondisi L/C. Bagi para nasabah importir, BCA menyediakan jasa layanan untuk penerbitan berbagai jenis L/C, mulai dari Sight L/C (atas unjuk), Usance L/C (berjangka), Red Clause L/C (pembayaran di muka), hingga Standby L/C. Penerbitan L/C dapat dilayani dalam 22 mata uang asing ke berbagai penjuru dunia di mana Anda bermitra bisnis. Suatu instrumen (dapat berupa telex, swift, surat) yang dikeluarkan oleh bank (bank penerbit L/C) atas permintaan nasabahnya (importir/ buyer/applicant) yang memberikan kuasa kepada penjual (eksportir/ seller/beneficiary) untuk menarik dengan sehelai wesel/draft sejumlah uang jika telah memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam instrumen tersebut.

B.     Pihak-Pihak Dalam Letter Of Kredit
Dalam suatu mekanisme L/C terlibat secara langsung beberapa pihak ialah:
a. Pembeli atau disebut juga buyer, importer
b. Penjual atau disebut juga seller atau exporter
c. Bank pembuka atau disebut juga opening bank, issuing bank
d. Bank penerus atau disebut juga advising bank
e. Bank pembayar atau paying bank
f. Bank pengaksep atau accepting bank
g. Bank penegosiasi atau negotiating bank
h. Bank penjamin atau confirming bank
Dalam keadaan yang sederhana suatu L/C menyangkut 3 pihak utama, ialah pembeli, penjual, dan bank pembuka.

Manfaat bagi nasabah :
·      Nasabah (eksportir) mendapat jaminan pembayaran atas barang yang mereka ekspor, sedangkan bagi nasabah (importir) mendapat jaminan penerimaan barang yang mereka impor.
·         Karyawan mempunyai alternatif lain dalam memanfaatkan dana yang dimiliki.
·         Menghindari korespondensi yang berkali-kali.

Persyaratan yang harus dipenuhi :

L/C IMPOR
·         Copy API (Angka Pengenal Importir).
·         SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan.
·         Copy KTP pejabat perusahaan.
·         Copy tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani dokumen impor.
·         Mengisi & menandatangani Formulir Syarat-syarat Umum Pembukaan L/C.
·         Mengisi dan menandatangani formulir Penggunaan Fasilitas L/C Sight/Usance.
·         Membuka rekening di Bank (untuk memudahkan pemotongan biaya-biaya yang timbul dalam proses L/C Impor).

SKBDN ( Surat Berdokumen Dalam Negeri)
o   SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan.
o   Copy KTP pejabat perusahaan.
o   Copy tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani dokumen SKBDN.
o   Mengisi & menandatangani Formulir Syarat-syarat Umum Pembukaan SKBDN.
o   Membuka rekening di Bank.

LC EKSPOR
·         SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan.
·         Copy KTP pejabat perusahaan.
·         Copy tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani dokumen ekspor.
·         Mengisi & menandatangani Formulir Syarat-syarat Umum Pengoperan Wesel Ekspor.
·         Menyerahkan L/C asli untuk negosiasi (jika L/C tidak melalui Bank Pelaksana Negosasi).
·         Membuka rekening di Bank.

C.    Kewajiban dan Tanggung Jawab Dalam L/C
Mengenai hal ikhwal yang menyangkut kewajiban dan tanggung jawab bank sebagai pihak yang berurusan dengan dokumen-dokumen, telah diatur secara lengkap yang garis besarnya dapat dikemukan sebagai berikut:
1.      Bank wajib memeriksa semua dokumen dengan ketelitian yang wajar untuk memperoleh kepastian bahwa dokumen-dokumen itu secara formal telah sesuai dengan L/C.
2.      Bank yang memberi kuasa kepada bank lain untuk membayar, membuat pernyataan tertulis pembayaran berjangka, mengaksep, atau menegosisi dokumen, maka bank yang memberi kuasa tersebut akan terikat untuk mereimburse.
3.      Issuing bank setelah menerima dokumen dan menganggap tidak sesuai dengan L/C yang bersangkutan, harus menetapkan apakah akan menerima atau menolaknya.
4.      Penolakan dokumen harus diberitahukan dengan telekomunikasi atau sarana tercepat dengan mencantumkan penyimpangan-penyimpangan yang ditemui dan minta penegasan status dokumen tersebut.
5.      Issuing bank akan kehilangan hak menyangkut bahwa dokumen-dokumen itu tidak sesuai dengan syarat-syarat L/C.
6.      Bila bank pengirim dokumenmenyatakan terdapat penyimpangan pada dokumen dan memberitahukan bahwa pembayaran, pengaksepan, atau penegosiasian dengan syarat atau berdasarkan indemnity telah dilakukannya.
7.      Bank-bank dianggap tidak terikat kewajiban atau tanggung jawab mengenai:
·         Bentuk, kecukupan, ketelitian, keaslian, pemalsuan atau keabsahan menurut hukum daripada tiap-tiap dokumen.
·         Syarat-syarat khusus yang tertera dalam dokumen-dokumen atau yang ditambahakan padanya.
·         Uraian, kwantitas, berat, kwalitas, kondisi, pengepakan, penyerahan, nilai atau adanya barang-barang.
·         Itikad baik atau tindakan-tindakan dan atau kealpaan, kesanggupan membayar utang, pelaksanaan pekerjaan atau standing daripada si pengirim.
8.      Bank-bank juga dianggap tidak terikat kewajiban atau tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena kelambatan dan atau hilang dalam pengiriman daripada berita-berita, surat-surat atau dokumen-dokumen.
9.      Bank-bank tidak terikat kewajiban atau tanggung jawab sebagai akibat yang timbul karena terputusnya bisnis mereka disebabkan hal-hal di luar kekuasaanya.
10.  Bila bank memperbunakan jasa-jasa bank lain dalam melaksanakan instruksi applicant, maka hal tersebut adalah atas beban dan resiko applicant.

D.    Jenis- Jenis L/C
Bermacam-macam L/C yang diketemukan dalam dunia per L/C-an dimulai dari L/C yang dibatasi negosiasinya (restricted) sampai pada yang bebas negosiasinya (Freely Negotiable). Namun ada tiga jenis L/C yang paling lazim dijumpai dalam praktek yaitu dilihat dari saat pembayarannya :

1.    Sight L/C
L/C yang bilamana semua persyaratan dipenuhi, maka bank negosiasi paling lama dalam 7 hari kerja wajib melunasi/membayar nominal L/C kepada eksportir.
Dengan demikian, Sight L/C (L/C unjuk) bisa dikategorikan sebagai L/C yang tunai, pada saat diperlihatkan semua dokumen pengapalan (shipping Documents) yang lengkap tanpa penyimpangan (Disccrepancies) pada saat itulah pembayaran akan dilakukan oleh bank kepada eksportir. Oleh karena itu digolongkan sebagai L/C yang aman (Safety L/C).

2.    Usance L/C
Berbeda dengan Sight L/C, maka Usance LC dimaksudkan bahwa pembayaran baru bisa dilunasi jika L/C tersebut sudah jatuh tempo yaitu sekian hari dari tanggal pengapalan / tanggal Bill of Lading, dengan demikian berarti eksportir memberi kredit kepada importir dimana barang dikirim terlebih dahulu, kemudian pembayaran dilakukan. Usance L/C dapat dilakukan kalau eksportir sudah percaya dengan importir.

3.    Red Clause L/C
Jika Usance L/C dibayarkan kemudian hari oleh importir setelah barang-barang pesanan tiba, sebaliknya Red Clause L/C adalah terbalik dibanding dengan Usance L/C, yaitu pembayaran dilakukan oleh bank negosiasi kepada ekspotir sebelum barang dikapalkan. Dengan demikian importir memberi kredit kepada eksportir. Terlihat adanya Pre-Financing bagi eksportir.

4.    Revolving L/C.
Bila L/C dengan jumlah US$ 200 sebagai nominal L/C pada saat di buka, namun shipment bisa dilakuikan sampai liam kali, maka dalam realisasinya, nominal L/C bertambah menjadi US$ 1,000. Ini diartikan sebagai revolving L/C. Hal ini untuk menghindari biaya pembukuan L/C yang tinggi.
Sudah barang tentu dengan revolving L/C pengapalan sebagian (partial shipment) akan diperbolehkan.

5.    Transferable L/C.
Andaikata pada saat L/C ingin direalisasi, ternyata adanya kesulitan teknis atau kurangnya kapasitas pruduksi, maka L/C tersebut terbuka kemungkinan dialihkan/ditransfer kepada pihak lain / beneficiary ke 2, sehingga yang mengapalkan barang tersebut adalah beneficiery ke 2, sehingga yang mengapalkan barang tersebut adalah beneficiary ke 2.

6.    Standby L/C
Standby L/C adalah jenis L/C yang berlainan dengan L/C yang berlaku di dunia ekspor impor, karena L/C ini tidak menyangkut pembayaran ekspor impor, teapi hanya berfungsi sebagai jaminan bank/Bank Guarantee, yaitu untuk meng-backup bilamana terjadi wan-prestasi dari benficiary atau pihak yang hutang baik untuk pemborong atau pihak yang berhutang baik untuk penyelesaian bangunan gedung maupun utang lainnya.

7.    Confirmed L/C
L/C yang pembayarannya dijamin oleh dua bank, yakni bank pembuat L/C dan bank penyampai L/C atau bank negosiasi, artinya L/C ekspor yang diterima oleh bank penyampai L/C tersebut di-backup / diconfirm kembali / dijamin kembali pembayarannya oleh bank penerima L/C, dengan demikian apabila terjadi kepailitan atau kerugian atas bank pembuka L/C, maka bank penyampai itulah yang akan menyelesaikan pembayaran L/C-nya semua persyaratan L/C dipenuhi.

8.    Back to Back L/C
Sebenarnya L/C jenis ini adalah L/C yang dibuka berdasarkan L/C yang pertama (master L/C) yang nilai satuan barang dagangannya lebih tinggi yang diterima oleh Trader/perantara. Maka berdasarkan L/C tersebut dibukalah L/C yang baru atau L/C yang kedua, yang sering disebut dengan Back to Back L/C. Ciri khas dari L/C ini dapat dipantau dari pelabuhan tujuan/negara tujuannya. Bila L/C dibuka dari Singapura, pelabuhan tujuannya di Colombo.
Hal ini memberi indikasi bahwa barang tersebut bukanlah untuk kepentingan trader/pembuka L/C di Singapura, akan tetapi untuk pembeli yang sebenarnya yang berada di luar Singapura, sehingga dipakai Switch Bill of Lading untuk menghilangkan jejak eksportir di Indonesia.

9.    Irrevocable L/C
Dilihat dari kemungkinan dibatalkannya L/C oleh pihak pembuka L/C dan bank pembuka, maka kita mengenal Irevocable L/C dan Revocable L/C. Yaitu L/C yang tidak dapat dibatalkan dab L/C yang dapat dibatalkan sepihak. UCP 500 menetapkan bila tidak dicantumkan kepastiannya, akan dianggap sebagai Irrevocable.

E.     Prosedur Transaksi Letter Of Credit
1.      Pihak penjual dan pembeli mengadakan negosiasi jual beli barang hingga terjadi kesepakatan.
2.      Pihak pembeli diharuskan membuka L/C dalam negeri pada suatu bank (bank pembuka L/C).
3.      Setelah L/C DN dibuka, oleh bank pembuka L/C segera memberitahukan kepada bankpembayar bahwa L/C DN telah dibuka dan agar disampaikan kepada si penjual barang.
4.      Penjual barang mendapat pemberitahuan dari bank pembayar bahwa pembeli telah membuka L/C barang dagangan sudah dapat segera dikirim. Disini penjual barang meneliti apakah L/C terjadi perubahan dari syarat yang telah disetujui semula.
5.      Pihak penjual menghubungi maskapai pelayaran atau perusahaan angkutan lainnya untuk mengirimkan barang-barang ke tempat tujuan.
6.      Pada waktu pembeli menerima kabar dari perusahaan pengangkutan bahwa barang telah datang, maka pihak pembeli harus membuatkan certificate of receipts atau konosemen yang harus diserahkan kepada bank pembayar dan penjual. Hal ini dilakukan setelah memeriksa kebenaran L/C dengan faktur atau barang yang dikirim oleh si pembeli.
7.      Atas dasar konosemen penjual segera menghubungi bank pembayar dengan menunjukan dokumen L/C dan surat pengantar dokumen disertai denga wesel yang berfungsi sebagai penyerahan dokumen dan penagihan pembayaran kepada bank pembayar.
8.      Bank pembayar setelah menerima dokumen dari penjual segera menghubungi bank pembuka L/C. Oleh bank pembuka L/C segera memberitahukan penerimaan dokumen dilampiri dengan perhitungan-perhitungannya kepada pembeli.
9.      Pembeli menerima dokumen dari bank pembuka L/C
10.  Pembeli segera melunasi seluruh kewajibannya atas jual beli tersebut kepada bank pembuka L/C.
11.  Bank pembuka L/C memberi konfirmasi penerimaan dokumen dan sekaligus memberitahukan bahwa si pembeli telah membayar. Dengan demikian memberi ijin kepada bank pembayar untuk melakukan pembayaran kepada si penjual. Kemudian semua arsip disimpan.
12.  Oleh bank pembayar akan dilakukan pembayaran dengan memperhatikan diskonto atau perhitungan wesel.

F.     Contoh Kasus Letter of Credit 

KASUS 1

Pada bulan Oktober, sebuah perusahaan Perancis (penjual) dan perusahaan Shanghai (pembeli) telah menetapkan suatu kontrak penjualan 200 set komputer elektronik (1000 USD masing-masing), dan pembayaran akan dilakukan berdasarkan surat irrecoverable kredit. Dan pengiriman harus dilakukan pada Desember di Port de Marseille. Pada tanggal 15 November, Bank of China Cabang Shanghai (bank penerbit) membuat surat tidak dapat dibatalkan $ 200,000 kredit sesuai dengan instruksi pembeli dan menugaskan sebuah bank Perancis di Marseille untuk memberitahu dan bernegosiasi surat kredit. Pada tanggal 20 Desember penjual memuat 200 komputer di papan dan mendapatkan bill of lading, polis asuransi, faktur dan dokumen lain seperti yang dipersyaratkan oleh letter of credit. Dan kemudian ia pergi ke bank Marseille untuk negosiasi. Setelah meninjau, dokumen konsisten, sehingga bank telah membayar $ 200.000 langsung ke penjual. Pada saat yang sama, 10 hari kapal kargo meninggalkan pelabuhan Marseilles, kargo, bersama dengan semua barang, tenggelam ke laut dalam badai berat. Pada saat itu bank penerbit telah menerima seluruh rangkaian dokumen dan pembeli sudah tahu total kerugian dari barang. Bank of China Cabang Shanghai berniat untuk mengganti bank negosiasi untuk membayar harga pembelian sebesar $ 200.000 dengan alasan bahwa pelanggan tidak bisa mengharapkan barang. Sesuai dengan praktek-praktek perdagangan internasional, pertanyaan-pertanyaan berikut akan ditanya:
a.       Kapan risiko kiriman ditransfer dari penjual kepada pembeli?
b.      Apakah issuing bank akan dibebaskan dari kewajiban pembayaran karena hilangnya total barang, Jika demikian, atas dasar apa?
c.       Bagaimana untuk mengkompensasi hilangnya pembeli?

SOLUSI

a.       Risiko akan dialihkan dari penjual kepada pembeli sejak barang dimuat di atas kapal di pelabuhan pengiriman.
b.      Bank penerbit tidak memiliki hak untuk menolak pembayaran. Menurut International Chamber of Commerce Seragam Bea dan Praktek Kredit Dokumenter, surat dari transaksi kredit yang independen dari kontrak penjualan. Dan Bank hanya bertanggung jawab untuk pemeriksaan dokumen. Selama dokumen tersebut sejalan dengan ketentuan kredit, Bank diwajibkan untuk mengasumsikan kewajiban pembayarannya.
c.       Pembeli dapat mengklaim kompensasi dari perusahaan asuransi Penjual dengan dokumen asuransi lain yang relevan dan bukti sinkage kapal kargo.


KASUS 2

PT Damar Kristal Mas atau PT DKM, bergerak dalam bidang usaha perdagangan barang serta ekspor dan impor. Didirikan 26 Juli 1985 sesuai Akta Notaris No.C2-2045.HT.01.01 Tahun 1986. Pemiliknya, Rudy Lukasanto dan Tio Hui Hiong yang menguasai saham masing-masing 50%. Pengurus PT DKM, Rudy Lukasanto sebagai direktur dan Ny. Tio Hui Hong sebagai komisaris.
PT DKM juga memperoleh perlakuan istimewa pada pengucuran fasilitas L/C dari Bank Century. L/C yang diberikan didasarkan kepada instruksi Robert Tantular (Pemegang Saham Bank Century) dan Hernanus Hasan Muslim (Dirut Bank Century) sesuai keterangan dari Pimpinan Kantor Pusat Operasional (KPO) Senayan yaitu Linda Wangsadinata.
Fasilitas Letter of Credit (L/C) yang diberikan kepada PT DKM antara lain, pertama,  L/C No. 0518LC08B sebesar US$10 juta dengan jaminan (margin deposit)  deposito US$1 juta (atau 10% dari plafon L/C). Fasilitas  L/C tersebut untuk transaksi impor produksi jagung dari Grains and Industrial Products Trading PTE, Ltd. (Beneficiary) sesuai kontrak (Sales Contract) No. GRIP SQ6-2346-135 tanggal 8 Mei 2006. Bank penjamin (Negotiating Bank), Dresdner Bank Switzerland, Singapura dan bank koresponden,  Dresdner Bank Switzerland, Jakarta.
Kedua, L/C No. 0527LC08B sebesar US$5 juta dengan jaminan (margin deposit) berupa deposito  10% dari plafon L/C. Fasilitas L/C tersebut untuk transaksi impor produksi jagung dari Bunge,S.A.,Geneva (namum pada dokumen beneficiary ini, Grains and Industrial Products Trading PTE, Ltd). (Beneficiary) sesuai kontrak (Sales Contract) No. GRIP S07 -3870-1228. Bank penjamin  (Negotiating Bank) Dresdner Bank Switzerland , Singapore dan sedangkan bank koresponden adalah Dresdner Bank Switzerland, Jakarta.
Ketiga, L/C No. 0598LC08B sebesar US$6,5 juta dengan jaminan (margin deposit) berupa deposito sebesar 10% dari plafon L/C. Fasilitas L/C tersebut untuk transaksi impor dari Bunge S.A, Geneva (Beneficiary) sesuai kontrak (Sales Contract) No. BSA SG S08-5762-1130. Bank penjamin (Negotiating Bank) Credit Suisse, London , sedangkan bank koresponden Credit Suisse, London. Pemberian fasilitas L/C ini juga tanpa analisa dan prosedur komprehensif. Khususnya, menyangkut  kemampuan atau kondisi keuangan perusahaan. Meski begitu, L/C tersebut telah mendapat persetujuan dari Komite Kredit, baik Komite Kredit Cabang (Kabag Operasional dan Kepala Cabang), Komite Kredit Wilayah (Kakanwil) dan Komite Kredit Pusat yaitu direksi (Hermanus Hasan Muslim dan Hamidy) dan komisaris (Poerwanto Karris]adi dan Rusli Prakarsa). Selain itu Perjanjian Kredit telah ditandatangani secara bawah tangan, tanpa pengikatan  jaminan. Kondisi itu tak sesuai Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan Kredit Bank Century No. 20/SK-DIR/Century/IV/2005 tanggal 21 April 2005.
Bank Century telah menempatkan jaminan (deposit) pada bank koresponden US$25 juta. Rinciannya, Dresdner Bank Switzerland Jakarta , US$15 juta dan Credit Suisse, London sebesar US$10 juta. Jaminan (deposit) Bank Century kepada Dresdner Bank Switzerland, Jakarta dan Credit Suisse, London tersebut tidak sebanding dengan jaminan L/C yang diberikan debitur sebesar US$4.3 juta atau 20%. Jaminan diturunkan menjadi US$2.15 juta atau 10% tanpa persetujuan Direksi Bank Century. Jaminan sembilan debitor lainnya yang mendapat fasilitas L/C dari Bank Century juga berkisar 5% – 20% dari plafon L/C.
Semula setoran margin deposit PT DKM, 20% dari nilai fasilitas L/C, deposito valas US$4.3 juta. kemudian diturunkan menjadi 10% atau US$2.15 juta.
Berdasarkan pemeriksaan dokumen, tidak ada surat permohonan perubahan jaminan maupun FPK. Selain itu, Persetujuan Perubahan Jaminan tak ditandatangani Dirut Bank Century (Hermanus Hasan Muslim) dan Wakil Dirut Bank Century (Hamidy), maupun Direktur PT DKM (Rudy Lukasanto).
Selain itu, Surat Kuasa No. 038/SK-DIR/X/08 juga tidak ditandatangani Dirut dan Wakil Dirut Bank Century. Begitu juga dengan Surat Persetujuan Komisaris No. 032/PERS-KOM/LG/X/08, tidak ditandatangani Komisaris ((Poerwanto Kamsjadi dan Rusli Prakarsa).
Realisasi penggunaan seluruh L/C itu US$21,499,993.86, jatuh tempo masing-masing  24 April 2009, dan 1 Juni 2009, serta 18 September 2009.
Saat jatuh tempo tiga L/C tersebut, PT DKM tidak mampu membayar kewajiban L/C, sehingga Bank Century melakukan eksekusi jaminan tersebut.
PT DKM mengaku tidak menggunakan L/C, tetapi hanya digunakan namanya oleh Robert Tantular dan Anton Tantular. Ini sesuai Surat Pernyataan Robert Tantular. PT DKM telah menunjuk pengacara, ND Solid untuk melaporkan kepada Bareskrim Polri menindaklanjuti masalah ini secara hukum. Bank Century juga telah melakukan penyisihan (PPAP) atas ketiga L/C PT DKM tersebut,  US$19.35 juta atau ekuivalen sebesar Rp230,915 miliar,  posisi 31 Desember 2008. Pada akhirnya, ini membebani Penyertaan Modal Sementara (PMS) oleh LPS.
Berdasarkan kondisi tersebut, porsi PMS yang digunakan untuk menutup kerugian Bank Century dari fasilitas L/C PT DKM adalah sebesar Rp210,915 miliar. Yaitu penyisihan (PPAP) atas PT DKM sebesar US$19.35 juta atau ekuivalen sebesar Rp210,915  miliar.
Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), juga mencatat adanya pelanggaran PT DKM terhadap Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan Kredit yang dikeluarkan Bank Century No.20/SK-DIR/Century/IV/2005 tanggal 21 April 2005. Terutama, tidak dibuatkan LRKU, dan tidak ada perjanjian kredit beserta pengikatan lainnya yang diperlukan.

SOLUSI

Transaksi L/C tidak seharusnya ada yang mendapatkan perlakuan istimewa dalam memperoleh fasilitas L/C dari Bank century. Dan tidak semestinya ada campur tangan dari pemegang saham bank century tersebut. Seharusnya ada prosedur komprehensif Khususnya, menyangkut  kemampuan atau kondisi keuangan perusahaan yang dijalankan oleh bank yang bersangkutan sesuai dengan Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan Kredit Bank. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), juga mencatat adanya pelanggaran PT CSA terhadap Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan Kredit yang dikeluarkan Bank Century No.20/SK-DIR/Century/IV/2005 tanggal 21 April 2005. Pelanggaran itu, terkait dengan tidak dibuatnya LRKU dan tidak ada perjanjian kredit beserta pengikatan lainnya yang diperlukan. Selain itu, Surat Kuasa No. 038/SK-DIR/X/08 juga tidak ditandatangani Dirut dan Wakil Dirut Bank Century. Begitu juga dengan Surat Persetujuan Komisaris No. 032/PERS-KOM/LG/X/08, tidak ditandatangani Komisaris ((Poerwanto Kamsjadi dan Rusli Prakarsa). Saat jatuh tempo tiga L/C tersebut, PT DKM tidak mampu membayar kewajiban L/C, sehingga Bank Century melakukan eksekusi jaminan tersebut.
PT DAMAR KRISTAL MAS Mendapat fasilitas L/C:
1.      Nomor 0518LC08B sebesar US$ 10 juta dengan jaminan deposito US$ 10 juta (10 persen dari fasilitas pinjaman L/C). L/C digunakan untuk transaksi impor produksi jagung dari Grains and Industrial Products Trading PTE, Ltd. Bank penjaminnya adalah Dresdner Bank Switzerland, Singapura, adapun bank korespondennya adalah Dresdner Bank Switzerland, Jakarta.
2.      L/C No. 0527LC08B sebesar US$ 5 juta dengan jaminan deposito 10 persen dari plafon atau US$ 500 ribu. Fasilitas L/C digunakan untuk transaksi impor produksi jagung dari Bunge S. A., Jenewa, (pada dokumen beneficiary  ini, Grains and Industrial Products Trading PTE, Ltd). Bank penjaminnya adalah Dresdner Bank Switzerland, Singapura, dan koresponden Dresdner Bank Switzerland, Jakarta.
3.      L/C No. 0598LC08B sebesar US$ 6, 5 juta dengan jaminan deposito 10 persen dari plafon. L/C digunakan untuk transaksi impor dari Bunge S. A, Jenewa, dengan bank penjamin Credit Suisse, London, dan bank koresponden Credit Suisse, London. Pada saat jatuh tempo, Damar Kristal Mas tak bisa memenuhi kewajibannya sebesar US$ 19, 35 juta atau Rp 210, 9 miliar. Semua kerugian itu ditutup melalui penempatan modal sementara.

KASUS 3

a.      Profil Singkat Bank BNI
Bank BNI didirikan pada tahun 1946. Perusahaan publik ini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Bank BNI merupakan bank terbesar nomor 3 di Indonesia setelah Bank Mandiri dan BCA dengan total aset pada tahun 2003 sebesar IDR. 131,49 triliun.

Visi : Menjadi Bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja.
Misi : Memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersial dan konsumer.

b.      Ringkasan Kasus :
Awal terbongkarnya kasus menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit internal pada bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi euro yang gila-gilaa besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan negara bakal rugi lebih satu triliun rupiah.

Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :
·         Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003.
·         Opening Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd.
·         Total Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun
·         Beneficiary/Penerima L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan 2 perusahaan dibawah Petindo Group.
·         Barang Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu.
·         Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya.
·         Skim : Usance L/C

c.       Kronologi :
1.    Bank BNI Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan koresponden langsung dengan sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai bank mediator yaitu American Express Bank dan Standard Chartered Bank.
2.    Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar.
3.    Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.
4.    Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
5.    Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun) merupakan potensi kerugian BNI.
Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak ada ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian (potential losses). Pertanyaannya adalah apakah mungkin kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor fiktif ? Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran perdagangan internasional melalui letter of credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya pertanyaan mengenai kasus pembobolan Bank BNI.

D. SOLUSI
Sistem dan prosedur pengamanan transaksi L/C, khususnya di bank-bank BUMN, termasuk Bank BNI, cukup baik karena telah dibangun dan disempurnakan selama bertahun-tahun, antara lain berdasarkan pengalaman- pengalaman pahit masa lampau.
Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih diperlukan sikap dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan sudah demikian baik, tetapi apabila para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik, bank akan kebobolan juga. Bank selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah.
Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun pelayanan bank memuaskan bagi nasabah. Dari penelitian, ternyata transaksi dalam kasus Bank BNI ini merupakan transaksi bermasalah dengan indikasi transaksi tersebut dilakukan tanpa mengikuti ketentuan intern Bank BNI. Transaksi L/C kedua grup usaha yang menjadi beneficiary telah dinegosiasikan oleh Bank BNI Kebayoran Baru dengan diskonto tanpa didahului adanya akseptasi dari bank penerbit. Di samping itu, dokumen-dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa kelengkapan dokumen.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir, yaitu perusahaan-perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif. Hal ini terungkap antara lain dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.
Sementara itu pula, penyelesaian pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari beberapa slip L/C tersebut yang telah dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank pembuka L/C (issuing bank), melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan penyetoran atau melalui pendebetan rekening para eksportir tersebut.
Sebagaimana diketahui, atas laporan kantor besar Bank BNI pada tanggal 30 September 2003, pihak kepolisian telah menahan pegawai Bank BNI Kebayoran Baru yang terlibat, yaitu Koesadiyuwono (mantan pemimpin cabang Bank BNI Kebayoran Baru) dan Edi Santoso (mantan Customer Service Manager Luar Negeri cabang Bank BNI Kebayoran Baru).



DAFTAR PUSTAKA




1 komentar: