A.
STARTEGI
TINGKAT KORPORAT
Strategi
korporat adalah mengenai keberadaan di tengah-tengah bauran bisnis yang tepat.
Strategi korporat lebih berkenaan dengan pertanyaan di mana sebaiknya bersaing
dan bukannya bagaimana bersaing dalam industri tertentu; yang merupakan
strategi unit bisnis.
a)
Perusahaan-perusahaan dengan industri tunggal
Perusahaan industri tunggal menggunakan kompetensi
intinya untuk mencapai pertumbuhan dalam industri tersebut.
b)
Perusahaan dengan Diversifikasi yang Tidak Berhubungan
Tingkat keterkaitan mengacu pada hakikat hubungan
sinergi operasi lintas unit bisnis yang berdasarkan pada kompetensi inti dan
pembagian sumber daya umum.
c)
Perusahaan dengan Diversifikasi yang Berhubungan
Perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan
adalah perusahaan yang beroperasi dalam sejumlah industri dan bisnisnya saling
berhubungan satu sama lain melalui sinergi operasi.
Sinergi operasi terdiri dari dua jenis hubungan lintas unit bisnis:
(1)
kemampuan untuk membagi sumber daya umurn,
(2)
kemampuan untuk membagi kompetensi inti umum.
Perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan menciptakan sinergi
operasi adalah dengan membuat dua atau lebih unit bisnis menggunakan sumber
daya yang sama seperti kekuatan penjualan, fasilitas manufaktur, dan fungsi
perbekalan. Penggunaan sumber daya yang sama secara bersama-sama seperti ini
membantu perusahaan untuk memperoleh manfaat dari skala dan ruang lingkup
ekonomis.
Kantor
korporat dalam perusahaan dengan diversifikasi yang berhubung mempunyai peran
ganda:
(1) serupa
dengan suatu konglomerat, eksekutif kepala dari suatu perusahaan dengan
diversifikasi yang berhubungan harus membuat keputus mengenai alokasi sumber
daya lintas unit bisnis;
(2) namun,
tidak seperti konglomerat, eksekutif kepala dan perusahaan dengan diversifikasi
yang berhubungan juga harus mengidentifikasi, memelihara, memperdalam, dan
meningkatkan kompetensi inti tingkat korporat yang menguntungkan unit-unit
bisnis yang beragam.
d)
Kompetensi Inti dan Diversifikasi Korporat
Perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan
mencapai kinerja tertinggi, perusahaan dengan industri tunggal mencapai kinerja
terbaik kedua, dan perusahaan dengan diversifikasi yang tidak berhubungan tidak
mencapai kinerja baik dalam jangka waktu panjang.
Hal ini disebabkan karena markas besar korporat, dalam
perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan mempunyai kemampuan untuk
mentransfer kompetensi inti dari satu unit bisnis ke unit bisnis yang lain.
Kompetensi inti adalah kemampuan yang digunakan oleh perusahaan untuk mencapai
kinerja yang lebih tinggi dan menambah nilai signifikan bagi pelanggan.
e)
Implikasi dari Desain Sistem Pengendalian
Strategi korporat adalah satu rangkaian dengan
strategi industri tunggal di satu ujung spektrum dan diversifikasi yang tidak
berhubungan di ujung lain (diversifikasi yang berhubungan ada di tengah
spektrum). Syarat perencanaan dan pengendalian perusahaan yang menggunakan
strategi diversifikasi tingkat korporat (yakni, tingkat dan jenis diversifikasi)
begitu berbeda.
B.
STRATEGI
UNIT BISNIS
Persaingan antar perusahaan dengan diversifikasi tidak berlangsung pada
tingkat korporat. Kantor korporat dan perusahaan dengan diversifikasi tidak
menghasilkan laba dari dirinya sendiri; melainkan pendapatan dihasilkan dan
biaya ditanggung dalam unit-unit bisnis. Strategi unit bisnis berkenaan dengan
bagaimana menciptakan dan memelihara keunggulan kompetitif dalam masing-masing
industri yang telah dipilih oleh suatu perusahaan untuk berpartisipasi.
Strategi unit bisnis bergantung pada dua aspek yang saling berkaitan:
(1) misinya (“apakah tujuan keseluruhaunya?”) dan
(2) keunggulan kompetitifnya (“bagaimana sebaiknya
unit bisnis bersaing dalam industrinya untuk melaksanakan misinya?”).
Misi Unit Bisnis
Perangkat misi
unit bisnis terdiri dari :
·
Bangun : Misi ini menyiratkan tujuan menambah pangsa
pasar, bahkan dengan mengorbankan laba jangka pendek dan arus kas (contoh,
bioteknologi Merck, peranti elektronik Black and Decker).
·
Pertahankan : Misi strategis ini diarahkan pada
perlindungan pangsa pasar unit bisnis dan posisi persaingan (contoh, komputer
mainframe IBM).
·
Panen : Misi ini mempunyai tujuan memaksimalkan laba
jangka pendek dan arus kas, bahkan dengan mengorbankan pangsa pasar (contoh,
produk tembakau American Brands, bola lampu General Electric dan Sylvania).
·
Divestasi : Misi ini menunjukkan suatu keputusan untuk
mundur dan bisnis melalui proses likuidasi perlahan-lahan atau penjualan
segera.
Kelemahannya Kompetitif Unit Bisnis :
Kelemahannya Kompetitif Unit Bisnis :
1.
Konsep tersebut berlaku pada produk yang tidak
didiferensiasikan, basis persaingan utamanya adalah pada harga. Untuk
produk-produk ini, menjadi pemain dengan biaya rendah adalah sangat penting.
Pangsa pasar dan biaya rendah bukanlah satu-satunya cara untuk berhasil. Ada
perusahaan yang memiliki pangsa pasar rendah yang memperoleh laba tinggi dengan
menekankan pada keunikan produk dan biaya rendah seperti : Porsche dalam
otomotif.
2.
Dalam situasi tertentu, peningkatan dalam teknologi
proses mungkin mempunyai dampak yang lebih besar pada pengurangan biaya per
unit dibandingkan dengan volume kumulatif itu sendiri.
3.
Kerja keras yang agresif untuk mengurangi biaya
melalui produksi terkumulasi dari barang yang terstandardisasi dapat
menimbulkan hilangnya fleksibilitas di pasar.
4.
Komitmen pada konsep kurva belajar dapat sangat
merugikan bila teknologi baru muncul dalam industri tersebut.
5.
Pengalaman bukanlah satu-satunya pemicu biaya. Pemicu
lain yang mempengaruhi perilaku biaya adalah: skala, lingkup, teknologi, dan
kompleksitas. Perusahaan perlu dengan saksama mempertimbangkan pemicu biaya
relevan yang berlaku untuk mencapai posisi biaya rendah.
Keunggulan Kompetitif Unit Bisnis :
·
Analisis Industri :
Struktur industri dianalisis dengan kekuatan kolektif dari lima kekeuatan
persaingan :
1.
Intensitas persaingan diantara para pesaing yang ada
Faktor-faktor yang mempengaruhi persaingan secara langsung adalah pertumbuhan industri, perbedaan produk, jumlah dan keanekaragam pesaing, tingkat biaya tetap, kapasitas intermiten yang berlebihan, dan kendala untuk keluar dari industri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persaingan secara langsung adalah pertumbuhan industri, perbedaan produk, jumlah dan keanekaragam pesaing, tingkat biaya tetap, kapasitas intermiten yang berlebihan, dan kendala untuk keluar dari industri.
2.
Daya tawar pelanggan. Faktor faktor yang mempengaruhi
daya beli adalah jumlah pembeli, biaya peralihan pembeli, kemampuan pembeli
untuk mengintegraikan kembali, dampak produk dari unit bisnis pada biaya total
pembeli, dampak produk unit bisnis pada kualitas/kinerja produk pembeli dan
signifikansi volume unit bisnis bagi pembeli.
3.
Daya tawar pemasok. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kekuatan pemasok adalah jumlah pemasok, kemampuan pemasok untuk melakukan
integrasi ke depan, kehadiran input subsitusi, dan penting nya volume unit
bisnis bagi pemasok.
4.
Ancaman dari barang subsitusi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi ancaman barang subsitusi adalah harga/kinerja relative barang
subsitusi, biaya peliharaan pembeli, dan kecendrungan pembeli untuk menggunakan
barang subsitusi.
5.
Ancaman pendatang baru yang masuk industri .
Faktor-faktor yang mempengaruhi kendala untuk masuk ke dalam industri adalah
persyaratan modal, akses terhadáp saluran distribusi, skala ekonomis,
diferensiasi kompleksitas teknologi dari produk atau proses, tindakan balasan
yang diperkirakan dari perusahaan-perusahaan yang sudah ada, dan kebijakan
pemerintah.
Ada tiga observasi yang dibuat sehubugan dengan
analisis industri :
1.
Semakin kuat lima kekuatan tersebut, semakin rendah
kemungkinan profitabilitas dari industri itu. Dalam industri dengan
profitabilitas rata-rata yang tinggi (seperti minuman ringan dan bahan
farmasi), lima kekuatan itu lemah (misalnya, dalam industri minuman ringan,
kendala untuk masuk tinggi). Dalam industri dengan profitabilitas rata-rata
yang rendah (seperti baja dan batu bara), lima kekuatan itu kuat (misalnya
dalam industri baja) ancaman dari barang substitusi çukup tinggi).
2.
Bergantung pada kekuatan relatif dari lima kekuatan
itu, masalah strategis kunci yang dihadapi oleh unit bisnis tersebut akan
berbeda dari satu industri ke industri yang lain.
3.
Memahami hakikat setiap kekuatan membantu perusahaan
untuk merumuskan strategi yang efektif. Seleksi pémasok (masalah strategis)
dibantu oleh analisis kekuatan relatif dari beberapa kelompok pemasok; unit
bisnis harus berhubungan dengan kelompok pemasok yang akan memberi keunggulan
kompetitif terbaik. Demikian juga, menganalisis daya beli relative dari
beberapa kelompok pembeli akan mempermudah pemilihan segmen pelanggan yang
dituju.
Keunggulan Bersaing Generik
Unit bisnis mempunyai dua cara generik untuk merespons terhadap kesempatan
dalam lingkungan eksternal dan mengembangkan keunggulan kompetitif yang
berkesinambungan biaya rendah dan diferensiasi
Biaya Rendah Kepemimpinan biaya dapat diperoleh melalui beberapa pendekatan
seperti skala ekonomis dalam produksi, dampak kurva belajar, pengendalian biaya
yang ketat, dan minimalisasi biaya (dalam beberapa area seperti penelitian dan
pengembangan jasa tenaga penjualan, atau periklanan).
Diferensiasi Fokus utama strategi ini adalah melakukan diferensiasi
penawaran produk yang dihasilkan oleh unit bisnis, sehingga menciptakan sesuatu
yang dipandang oleh pelanggan sebagai sesuatu yang unik Pendekatan pada
diferensiasi produk mehputi loyalitas merek (Coca-Cola dan Pepsi Cola dalam,
minuman ringan), pelayanan pelanggan yang unggul (Nordstrom dalam ritel),
jaringan dealer (Caterpillar Tractors dalam peralatan konstruksi), desam produk
dan fitur produk (Hewlett-Packard dalam elektronika), dan teknologi (Cisco
dalam infrastruktur komunikasi).
C.
JUST IN TIME
( JIT )
Dalam
pengertian luas, JIT adalah suatu filosofi tepat waktu yang memusatkan pada
aktivitas yang diperlukan oleh segmen-segmen internal lainnya dalam suatu
organisasi.
JIT
mempunyai empat aspek pokok sebagai berikut:
·
Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap
produk atau jasa harus di eliminasi.Aktivitas yang tidak bernilai tambah
meningkatkan biaya yang tidak perlu,misalnya persediaan sedapat mungkin nol.
·
Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih
tinggi.Sehingga produk rusak dan cacat sedapat mungkin nol,tidak memerlukan
waktu dan biaya untuk pengerjaan kembali produk cacat, dan kepuasan pembeli
dapat meningkat.
·
Selalu diupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan
(Continuous Improvement)dalam meningkatkan efisiensi kegiatan.
·
Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan
meningkatkan pemahaman terhadap aktivitas yang bernilai tambah.
JIT dapat diterapkan dalam berbagai bidang fungsional
perusahaan seperti misalnya pembelian, produksi, distribusi, administrasi dan
sebagainya.
a. Pembelian JIT
Pembelian JIT adalah sistem penjadwalan pengadaan
barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera
untuk memenuhi permintaan atau penggunaan.
Pembelian JIT dapat mengurangi waktu dan biaya yang
berhubungan dengan aktivitas pembelian dengan cara:
·
Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat
mengurangi sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi dengan pamasoknya.
·
Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya
negosiasi dengan pemasok.
·
Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program
pembelian yang mapan.
·
Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang
tidak bernilai tambah.
·
Mengurangi waktu dan biaya untuk program-program
pemeriksaan mutu.
Penerapan
pembelian JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan
manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
·
Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat
ditingkatkan.
·
Perubahan “cost pools” yang digunakan untuk
mengumpulkan biaya.
·
Mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan
biaya sehingga banyak biaya tidak langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
·
Mengurangi perhitungan dan penyajian informasi
mengenai selisih harga beli secara individual
·
Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan sistem
akuntansi.
b. Produksi JIT
Produksi JIT adalah sistem penjadwalan produksi
komponen atau produk yang tepat waktu, mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang
diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai dengan memenuhi
permintaan pelanggan.
·
Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya produksi
dengan cara:
Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun kerja) atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun kerja) atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
·
Mengurangi atau meniadakan “Lead Time” (waktu tunggu)
produksi (konsep waktu tunggu nol).
·
Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya
untuk mengurangi biaya setup mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk
(workstation).
·
Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk
sehingga aktivitas produksi yang tidak bernilai tambah dapat dieliminasi.
Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam
bidang:
·
Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan
·
Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk
selesai
·
Waktu perpindahan
·
Tenaga kerja langsung dan tidak langsung
·
Ruangan pabrik
·
Biaya mutu
·
Pembelian bahan
Penerapan
produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan manajemen
dalam beberapa cara sebagai berikut:
·
Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat
ditingkatkan
·
Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost
pools) untuk aktivitas tidak langsung
·
Mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan
informasi selisih biaya tenaga kerja dan overhead pabrik secara individual
·
Mengurangi keterincian informasi yang dicatat dalam
“work tickets”
c. Pemanufakturan JIT dan Penentuan Biaya Produk
Pemanufakturan JIT menggunakan pendekatan yang lebih
memusat daripada yang ditemui dalam pemanufakturan tradisional.Penggunaan
sistem pemanufakturan JIT mempunyai dampak pada:
·
Meningkatkan Keterlacakan (Ketertelusuran) biaya.
·
Meningkatkan akurasi penghitungan biaya produk.
·
Mengurangi perlunya alokasi pusat biaya jasa
(departemen jasa)
·
Mengubah perilaku dan relatif pentingnya biaya tenaga
kerja langsung.
·
Mempengaruhi sistem penentuan harga pokok pesanan dan
proses.
d. JIT Dibandingkan dengan Pemanufakturan Tradisional.
Pemanufakturan JIT adalah sistem tarikan permintaan
(Demand-Pull). Tujuan pemanufakturan JIT adalah memproduksi produk hanya jika
produk tersebut dibutuhkan dan hanya sebesar jumlah permintaan pembeli
(pelanggan).
Beberapa perbedaan pemanufakturan JIT dengan
Tradisional meliputi:
1.
Persediaan Rendah
2.
Sel-sel Pemanufakturan dan Tenaga Kerja
Interdisipliner
3.
Filosofi TQC (Total Quality Control)
e. JIT dan Ketertelusuran Biaya Overhead
Dalam lingkungan JIT, beberapa aktivitas overhead yang
tadinya digunakan bersama untuk lebih dari satu lini produk sekarang dapat
ditelusuri secara langsung ke satu produk tunggal. Manufaktur yang berbentuk
sel-sel, tanaga kerja yang terinterdisipliner, dan aktivitas jasa yang
terdesentralisasi adalah karakteristik utama JIT.
f. JIT Tradisional
·
Sistem Pull-through
·
Persediaan tidak signifikan
·
Sel-sel pemanufakturan
·
Tenaga kerja terinterdisipliner
·
Pengendalian mutu (TQC)
·
Desentralisasi jasa Sistem Push-through
·
Persediaan signifikan
·
Berstruktur departemen
·
Tenaga kerja terspesialisasi
·
Level mutu akseptabel (AQL)
·
Sentralisasi jasa
g. Keakuratan Penentuan Biaya Produk dan JIT
Salah satu konsekuensi dari penurunan biaya tidak
langsung dan kenaikan biaya langsung adalah meningkatkan keakuratan penentuan
biaya (Harga Pokok Produk).
Pemanufakturan JIT, dengan mengurangi kelompok biaya tidak langsung dan mengubah sebagian besar dari biaya tersebut menjadi biaya langsung maupun sebaliknya, dapat menurunkan kebutuhan penaksiran yang sulit.
Pemanufakturan JIT, dengan mengurangi kelompok biaya tidak langsung dan mengubah sebagian besar dari biaya tersebut menjadi biaya langsung maupun sebaliknya, dapat menurunkan kebutuhan penaksiran yang sulit.
h. JIT dan Alokasi Biaya Pusat Jasa
Dalam manufaktur tradisional, sentralisasi pusat-pusat
jasa memberikan dukungan pada berbagai departemen produksi. Dalam lingkungan
JIT, banyak jasa didesentralisasikan.Hal ini dicapai dengan membebankan pekerja
dengan keahlian khusus secara langsung ke lini produk dan melatih tenaga kerja
langsung yang ada dalam sel-sel untuk melaksanakan aktivitas jasa yang semula
dilakukan oleh tenaga kerja tidak langsung.
i. Pengaruh JIT pada Biaya Tenaga Kerja Langsung
Sebagai perusahaan yang menerapkan JIT dan
otomatisasi, biaya tenaga kerja langsung tradisional dikurangi secara
signifikan.Oleh sebab itu, ada dua akibat:
1.
Persentasi biaya tenaga kerja langsung dibandingkan
total biaya produksi menjadi berkurang
2.
Biaya tenaga kerja langsung berubah dari biaya
variabel menjadi biaya tetap.
j. Pengaruh JIT pada Penilaian Persediaan
Salah satu masalah pertama akuntansi yang dapat
dihilangkan dengan penggunaan pemanufakturan JIT adalah kebutuhan untuk menentukan
biaya produk dalam rangka penilaian persediaan. Jika terdapat persediaan, maka
persediaan tersebut harus dinilai, dan penilaiannya mengikuti aturan-aturan
tertentu untuk tujuan pelaporan keuangan. Dalam JIT diusahakan persediaan nol
(atau paling tidak pada tingkat yang tidak signifikan), sehingga penilaian
persediaan menjadi tidak relevan untuk tujuan pelaporan keuangan. Dalam JIT,
keberadaan penentuan harga pokok produk hanya untuk memuaskan tujuan
manajerial. Manajer memerlukan informasi biaya produk yang akurat untuk membuat
berbagai keputusan misalnya:
(a) penetapan harga jual berdasar cost-plus,
(b) analisis trend biaya,
(c) analisis profitabilitas lini produk,
(d) perbandingan dengan biaya para pesaing,
(e) keputusan membeli atau membuat sendiri, dsb.
k. Pengaruh JIT pada Harga Pokok Pesanan
Dalam penerapan JIT untuk penentuan order pesanan,
pertama, perusahaan harus memisahkan bisnis yang sifatnya berulang-ulang dari
pesanan khusus.Selanjutnya, sel-sel pemanufakturan dapat dibentuk untuk bisnis
berulang-ulang.
Dengan mereorganisasi tata letak pemanufakturan,
pesanan tidak membutuhkan perhatian yang besar dalam mengelompokkan harga pokok
produksi. Hal ini karena biaya dapat dikelompokkan pada level selular. lagi
pula, karena ukuran lot sekarang lebih sangat kecil,maka tidak praktis untuk
menyusun kartu harga pokok pesanan untuk setiap pesanan. Maka lingkungan
pesanan akan menggunakan sifat sistem harga pokok proses.
l. Penentuan Harga Pokok Proses dan JIT
Dalam metode proses, perhitungan biaya per unit akan
menjadi lebih rumit karena adanya persediaan barang dalam proses. Dengan
menggunakan JIT, diusahakan persediaan nol, sehingga penghitungan unit
ekuivalen tidak terlalu dibutuhkan, dan tidak perlu menghitung biaya dari
periode sebelumnya. JIT secara signifikan mengarah pada penyederhanaan.
m. JIT dan Otomasi
Sejak sistem JIT digunakan, biasanya hanya menunjukkan
kemungkinan otomasi dalam beberapa hal. Karena tidaklah umum bagi perusahaan
yang menggunakan JIT untuk mengikutinya dengan pemilikan teknologi
pemenufakturan maju. Otomasi perusahaan untuk :
(a) menaikkan kapasitas produksi,
(b) menaikkan efisiensi,
(c) meningkatkan mutu dan pelayanan,
(d) menurukan waktu pengolahan,
(e) meningkatkan keluaran.
Otomasi meningkatkan kemampuan untuk menelusuri biaya
pada berbagai produk secara individual. sebagai contoh sel-sel FMS, merupakan
rekan terotomasi dari sel-sel pemanufakturan JIT. Jadi. beberapa biaya yang
merupakan biaya yang tidak langsung dalam lingkungan tradisional sekarang
menjadi biaya langsung.
n. Penentuan Harga Pokok Backflush
Penentuan harga pokok backflush mengeliminasi rekening
barang dalam proses dan membebankan biaya produksi secara langsung pada produk
selesai.
Perusahaan menggunakan backflush costing jika terdapat
kondisi-kondisi sebagai berikut :
·
Manajemen ingin sistem akuntansi yang sederhana.
·
Setiap produk ditentukan biaya standarnya.
·
Metode ini menghasilkan penentuan harga pokok produk
yang kira-kira mengasilkan informasi keuangan yang sama dengan penelusuran
secara berurutan.
Ada dua perubahan relatif pada sistem konvensional yaitu :
·
Perubahan Akuntansi Bahan
·
Perubahan Akuntansi Biaya Konversi
D.
Total
Quality Management (TQM)
Total
Quality Management (Bahasa Indonesia manajemen kualitas total) adalah strategi
manajemen yang ditujukan untuk menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam
organisasi. Sesuai dengan definisi dari ISO, TQM adalah "suatu pendekatan
manajemen untuk suatu organisasi yang terpusat pada kualitas, berdasarkan
partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka panjang
melalui kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam
organisasi serta masyarakat."
Definisi
pendeknya, TQM adalah costumer focus dan company-wide dengan melakukan
o aktifitas
pendekatan sistem
o aktifitas
pendekatan ilmiah
sehingga untuk menjadi perusahaan yang terunggul sebuah perusahaan
memberikan kepuasan konsumen melalui produk yang dihasilkan dan jasa kemudian
hasilnya untuk meningkatkan unjuk kerja perusahaan.
Filosofi dasar dari TQM adalah "sebagai efek dari kepuasan konsumen,
sebuah organisasi dapat mengalami kesuksesan."Kendaraan yang digunakan
dalam TQM:
1.
Manajemen Harian
2.
Manajemen Kebijakan
3.
Manajemen Cross-functional
4.
Gugus Kendali Mutu
TQM telah digunakan secara luas dalam manufaktur, pendidikan, pemerintahan,
dan industri jasa, bahkan program-program luar angkasa dan ilmu pengetahuan
NASA.
Flandy Tjipto 1996, mendefinisikan bahwa TQM adalah suatu pendekatan dalam
menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi
melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungannya.
Total Quality Management didefinisikan sebagai konsep perbaikan yang
dilakukan secara terus menerus, yang melibatkan semua karyawan di setiap level
organisasi, untuk mencapai kualitas yang ‘exellent’ dalam semua aspek
organisasi melalui proses manajemen (Dipietro,1993;Greg et al,1994).
Pengertian
TQM secara rinci (Handoko,1998):
1.
Pengertian Total
Menunjukkan bahwa TQM merupakan strategi
organisasional menyeluruh yang melibatkan semua jenjang dan jajaran manajemen
dan karyawan. Setiap orang terlibat dalam proses TQM. Lebih lanjut, kata
“total” berarti bahwa TQM mencakup tidak hanya pengguna akhir dan pembeli
eksternal saja, tetapi juga pelanggan internal, pemasok bahkan personalia yang
mendukung.
2.
Pengertian Kualitas
Bukan berarti sekedar produk bebas cacat, tetapi TQM
lebih menekankan pelayanan kualitas. Kualitas didefinisikan oleh pelanggan,
bukan organisasi atau manajer departemen pengendalian kualitas. Kenyataan bahwa
ekspektasi pelanggan bersifat individual, tergantung pada latar belakang sosial
ekonomis dan karakteristik demografis, mempunyai implikasi penting : kualitas
bagi seorang pelanggan mungkin tidak sama bagi pelanggan lain. Tantangan TQM
adalah menyajikan kualitas bagi pelanggan.
3.
Pengertian Manajemen
Mengandung arti bahwa TQM merupakan pendekatan
manajemen, bukan pendekatan teknis pengendalian kualitas yang sempit.
Pendekatan TQM sangat berorientasi pada manajemen orang. Implementasi TQM
mensyaratkan berbagai perubahan organisasional dan manajerial total dan fundamental,
yang mencakup misi, visi, orientasi strategic, dan berbagai praktek manajemen
vital lainnya.
PRINSIP-PRINSIP TQM
PRINSIP-PRINSIP TQM
Prinsip-prinsip TQM harus bersumber
dari atas ke bawah dan beroperasi dari bawah ke atas, bila diinginkan berjalan
secara efektif, ini bisa dicapai bila organisasi menganut sistem
Desentralisasi.
SKEMA CAKUPAN TQM DALAM SUATU ORGANISASI
Pendekatan Desentralisasi berbeda
secara radikal dari pendekatan sentralisasi, bahkan merupakan kebalikannya.
Struktur Desentralisasi berdasarkan tim, bukan fungsi. Fokus supervise
dipusatkan pada output bukan input. Kesadaran penyelesaian pekerjaan berada
pada tim, bukan pada pekerjaan masing-masing orang. Orientasi ini mempengaruhi
setiap aspek operasional dan interaksi sistem manajemen, bukan hanya struktur
tetapi juga aspek dari karakteristik organisasi, budaya, dan iklim kerja.
Pendekatan ini memperhitungkan sepenuhnya aspek semangat manusia dan sistem
manusia.
Pada banyak perusahaan di Jepang,
kegiatan pengendalian mutu ini selalu dilaksanakan tidak saja dalam hal yang
bersifat teknis ataupun pada bidang menufaktur saja, akan tetapi juga
dilaksanakan dalam bidang bisnis, administrasi, pengendalian dan bidang
lainnya.
Setiap anggota atau karyawan
perusahaan, mulai dari pimpinan paling atas hingga buruh pabrik dilibatkan
dengan kegiatan-kegiatan mutu tersebut. Para buruh tersebut melaksanakan
kegiatan pengendalian mutu tersebut secara berkelompok yang dikenal dengan nama
“Gugus Kendali Mutu (GKM) atau Quality Control Cycle (QCC). Mereka berinteraksi
secara aktif baik dengan rekan-rekan dalam lingkungannya maupun dengan
pihak-pihak yang berada di luar perusahaan guna mencari manfaat bersama.
Dale H. Besterfield 1995, menyatakan
bahwa untuk dapat berhasil dengan baik, penerapan sistem TQM harus berpedoman pada
enam prinsip dasar yang menjadi acuannya. Keenam prinsip tersebut adalah :
1.
Kesediaan manajemen dalam melibatkan seluruh pendukung
organisasi
2.
Fokus pada pelanggan internal dan eksternal
3.
Melibatkan dan menggunakan secara efektif seluruh
kekuatan organisasi
4.
Perbaikan secara terus menerus atas bisnis dan proses
produksi
5.
Melakukan pemasok sebagai teman
6.
Menetapkan keberhasilan kinerja proses
Bill Creech 1995, menyatakan bahwa program TQM harus mempunyai empat
prinsip bila ingin sukses dalam penerapannya, yaitu :
1.
Program TQM harus didasarkan pada kesadaran akan
kualitas dan berorientasi pada kualitas dalam semua kegiatannya sepanjang
program, termasuk dalam setiap proses dan produk
2.
Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang
kuat dalam memberlakukan karyawan, mengikutsertakannya dan memberikan inspirasi
3.
Program TQM harus didasarkan pada pendekatan
desentralisasi yang memberikan wewenang pada semua tingkat, terutama di garis
depan, sehingga antusiasme keterlibatan dan tujuan bersama bisa jadi kenyataan
4.
Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh
sehingga semua prinsip kebijaksanaan dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan
celah organisasi
Inti dari
TQM adalah bagaimana kepuasan kepada Customer, baik itu mutu pelayanan dan mutu
produk. Semuanya bisa dicapai jika proses, sistem dan people saling terkait
satu sama lain. Dan semuanya itu dibarengi oleh commitment terhadap pencapaian
perbaikan mutu serta mengkomunikasikan tujuan semua lini. Pencapaian ini juga
akan sangat dipengaruhi oleh budaya kerja organisasi.
MANFAAT TQM
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan TQM, khususnya bagi
pelanggan, perusahaan maupun bagi staf dan karyawan. Manfaat tersebut
didasarkan pada sistem kerja dari program TQM yang berlandaskan pada perbaikan
berkesinambungan atau berkelanjutan. Hal ini akan mengurangi berbagai bentuk
pemborosan dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Kedua faktor itu pada akhirnya
akan meningkatkan profit.
Manfaat TQM
bagi perusahaan adalah :
1.
Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan
2.
Staf lebih termotivasi
3.
Produktivitas meningkat
4.
Biaya turun (cost reduction)
5.
Produk cacat berkurang
6.
Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat
7.
Membantu terciptanya teamwork
8.
Membuat perusahaan lebih sensitive terhadap kebutuhan
pelanggan
9.
Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih
mudah
Manfaat TQM
bagi customer :
1.
Pelanggan lebih diperhatikan
2.
Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk
ataupun pelayanan
3.
Kepuasan pelanggan terjamin
PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN SISTEM PDCA
Konsep PDCA merupakan pedoman bagi setiap manajer untuk proses perbaikan
kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa henti tetapi
meningkat ke keadaan yang lebih baik.
1.
Mencari permasalahan
2.
Mencari penyebab permasalahan
3.
Meneliti penyebab masalah yang dominant
4.
Membuat rencana perbaikan
5.
Melaksanakan tindakan perbaikan
6.
Meneliti hasil tindakan perbaikan
7.
Standarisasi
8.
Membuat rencana berikutnya
Dari berbagai macam manfaat implementasi TQM tersebut, tidak berarti bahwa
setiap implementasi program TQM perusahaan pasti akan memperoleh manfaat
seperti itu. Banyak perusahaan yang gagal memperoleh manfaat dalam implementasi
program TQM, padahal mereka telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Kegagalan tersebut disebabkan beberapa faktor berikut, yaitu :
1.
Manajemen puncak tidak melihat suatu alasan untuk
berubah
2.
Manajemen puncak tidak memperhatikan dan tidak
mnegikutsertakan karyawan
3.
Manajemen puncak tidak bertanggungjawab terhadap
program TQM dan penerapannya didelegasikan pada pihak lain
4.
Manajemen dan karyawan tidak sepakat pada apa yang
terjadi
5.
Perusahaan kehilangan minat pada program TQM setelah
enam bulan sebagai akibat kurangnya komitmen
6.
Tujuan yang tidak jelas dan tidak ada target atau
pengukuran atau pengukuran kinerja sehingga kemajuan tidak bisa diukur
RODA MANAJEMEN MUTU
Pelaksanaan TQM pada organisasi jasa juga menuntut adanya siklus yang
berjalan secara terus-menerus yang meliputi perencanaan (plan), pendidikan atau
pelatihan (tran), tindakan atau pelaksanaan (action), pemeriksaan (monitor),
perbaikan (improve), dan peninjauan (review).
Kunci
keberhasilan dalam penyediaan jasa kepada para pelanggan, antara lain :
1.
Menetapkan siapakah pelanggan organisasi atau
perusahaan jasa tersebut
2.
Menanyakan kepada para pelanggan apa yang menjadi
keinginan dan harapannya
3.
Memberitahukan secara jujur kepada pelanggan apa yang
mampu diberikan kepada mereka
IMPLEMENTASI TQM
Jika perusahaan telah memutuskan untuk mengimplementasikan program TQM,
maka perencanaanya harus dilakukan oleh manajemen puncak dan informasikan
kepada seluruh karyawan. Pimpinan puncak harus menetapkan tujuan yang harus
dicapai dari implementasi program TQM, seperti, apa yang harus diubah? apakah
tujuannya ingin berdayakan karyawan? apakah ingin meningkatkan loyalitas
pelanggan? Tujuan yang diterapkan secara jelas, menunjukkan bahwa pimpinan
mengetahui apa yang dicari dan ini menjadi dasar untuk dapat mengorganisasikan program
TQM mencapai tujuannya.
Agar implementasi porgran TQM berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan,
diperlukan persyaratan sebagai berikut :
1.
Komitmen yang tinggi (dukungan penuh) dari manajemen
puncak
2.
Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
3.
Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumberdaya manusia
yang berkualitas
4.
Memilih coordinator (fasilitator) program TQM
5.
Melakukan bechmarking pada perusahaan lain yang
menerapkan TQM
6.
Merumuskan nilai (value), visi (vision), dan misi
(mission)
7.
Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk
hambatan
8.
Merencanakan investasi program TQM
9.
Mengambil pelajaran dari kegagalan program TQM
Keberhasilan TQM dalam berbagai bentuk implementasinya telah diakui oleh
pelaku bisnis di dunia maupun oleh para akademisi terkemuka, menunjukkan suatu
bukti bahwa TQM merupakan salah satu sistem manajemen kualitas yang dapat
diandalkan untuk meningkatkan daya saing sampai saat ini. Jepang sebagai contoh
Negara yang berhasil memanfaatkan TQM walaupun Jepang bukan yang menemukan gaya
TQM. Keberhasilan Jepang tersebut tentu saja dilandasi oleh komitmen dan
keterlibatan secara penuh dari seluruh karyawan dalam penerapannya, tidak
setengah-setengah dan bersifat kemanusiaan, yaitu mengikutsertakan, memberi
inspirasi dan memberlakukan karyawan secara manusiawi dalam mencapai kualitas.
Memang diakui bahwa tidak semua perusahaan maupun organisasi yang
menerapkan TQM sekarang ini dapat bekerja dengan baik dan bahkan beberapa
perusahaan sama sekali tidak dapat menghasilkan perbaikan kinerja yang memadai,
dengan kata lain telah gagal dalam penerapannya. Kegagalan penerapan TQM ini
telah membuat banyak kritik yang dilontarkan oreng terhadap TQM.
Kegagalan TQM dalam penerapannya tidaklah berarti TQM salah dalam konsep
dan telah kehilangan kegunaanya. Penerapan TQM yang menyimpang dari
prinsip-prinsipnya dan tidak lengkap, mengakibatkan perusahaan yang
menerapkannya secara menyeluruh dan sesuai dengan prinsip TQM. Untuk
menghindari kegagalan dalam penerapan TQM, perusahaan harus mendalami dan
memahami bagaimana struktur program TQM harus dibuat.
E.
CORPORATE
INFORMATION MANAGEMENT (CIM)
Corporate
Information Management atau Sistem Informasi Management Perusahaan adalah suatu
proses untuk pembentukan strategi , merencanakan pasokan untuk informasi masa
yang akan datang, proses meningkatkan nilai utilitas sumber daya informasi yang
tersedia, memastikan kepatuhan terhadap informasi perundang-undangan yang
berlaku dan juga meningkatkan laba atas investasi di teknologi informasi.
Jika dilihat
dari pengertiannya dapat dipahami bahwa SIM merupakan usaha yang dilakukan oleh
suatu perusahaan untuk menentukan strategi, merencanakan pasokan, meninggkatkan
mutu,mematuhi perundang-undangan bahkan meningkatkan keuntungan untuk
perusahaan tersebut.
Atau dapat
diartikan sebagai suatu kumpulan dari interaksi sistem-sistem yang bertanggung
jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk menyediakan informasi yang berguna
untuk semua tingkatan manajemen di dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian.
ENAM DIMENSI DI DALAM CIM
ENAM DIMENSI DI DALAM CIM
1.
Membangun Ide yang Strategi
Dengan adanya perubahan dalam tren yang begitu pesat,
maka manajemen informasi perusahaan bertugas untuk mengidentifikasi sumber
informasi eksternal yang dapat dipercaya dan membangun sistem rasa dan respon
yang memungkinkan tren bisnis melacak dan memberikan informasi yang
diinterpretasikan untuk respon tindakan yang tepat.
2.
Perencanaan untuk kebutuhan masa depan
Dengan pesatnya perubahan dalam tren yang berlaku, hal
taersebut dapat menimbulkan ide atau inisiatif bisnis yang baru. Dengan adanya
ide atau informasi dan inisiatif yang baru hendaknya perusahaan tidak langsung
untuk menciptakan kebutuhan dari ide tersebut, melainkan harus melalui proses
perencanaan yang matang dan juga dalam pengambilan keputusan untuk memproduksi.
Dengan perencanaan yang matang daqn pengambilan keputusan yang tepat maka akan
tercipta keberhasilan bukanlah resiko yang menjurus pada kegagalan bisnis pada
perusahaan.
3.
Meningkatkan nilai utilitas informasi yang tersedia
Dalam hal meningkatkan nilai utilitas informasi yang
tersedia, manajemen informasi perusahaan harus memastikan bahwa informasi yang
berkualitas tinggi berada tepat di tangan orang-orang berkualitas tinggi. Dalam
ini bertujuan perbedaan antara Teknologi Informasi dan sumber daya manusia
membaur menjadi satu. Pada dasarnya manajemen informasi perusahaan menjamin
proses yang berkesinambungan antara bisnis dan Teknologi Informasi dan juga
untuk memastikan informasi yang tepat tersedia untuk mengamankan kelancaran
proses bisnis.
4.
Menghilangkan informasi yang berlebihan
Banyaknya informasi yang masuk kedalam perusahaan dari
berbagai sumber membuat informasi menjadi berlebihan bahkan menimbulkan
ketidakbergunaan informasi. Dengan hal tersebut maka manajemen informasi
perusahaan harus mengidentifikasi informasi apa yang benar-benar dibutuhkan
dalam bisnis ini dan informasi apa yang seharusnya tidak lagi diberikan. Dengan
pengelolaan yang baik yang bersal dari sumber-sumber informasi yang akurat maka
biaya teknologi informasi yang berlebihan dapat dikurangi.
5.
Memastikan kepatuhan terhadap undang-undang
Legislasi adalah penangkapan dengan kekhasan era
informasi. Legislasi menuntut bahwa suatu perusahaan melindungi informasi klien
terhadap penyalahgunaan. undang-undang lainnya adalah di tempat untuk
mengamankan hak pemegang saham untuk memiliki akses ke informasi yang
berkualitas untuk membuat keputusan investasi. Manajemen informasi perusahaan
harus terus-menerus menginterpretasikan persyaratan hukum dan memastikan bahwa
semua langkah berada dalam proses yang berjalan didalam suatu perusahaan patuh
terhadap undang-undang atau tidak menyalgunakan peraturan yang ada.
6.
Meningkatkan laba atas investasi di teknologi
informasi
Pengembalian investasi menunjukkan peningkatan jumlah
pendapatan yang dihasilkan, penurunan biaya teknologi informasi dan pengurangan
risiko bisnis. Manajemen informasi perusahaan memastikan bahwa setiap potensi
sumber daya teknologi informasi adalah sepenuhnya dieksploitasi oleh bisnis.
Seorang yang mengatur manajemen informasi perusahaan merupakan kunci utama
untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh informasi di perusahaan dengan
memastikan bahwa informasi yang cukup terlindung dari penyalahgunaan dan pelecehan.
KOMPONEN DALAM CIM
a.
Penentuan Tujuan dan Sasaran
Suatu organisasi dibentuk dan dikelola untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam rangka penentuan juga
pencapaian tujuan tersebut maka dibutuhkan informasi-informasi yang dapat
memberikan gambaran kasar atau global tentang kecenderungan-kecenderungan yang
mungkin terjadi, baik secara internal organisasi itu sendiri maupun pada
lingkungan di mana organisasi bergerak.
b.
Perumusan Strategi
Keseluruhan upaya pencapaian tujuan dan berbagai
sasaran organisasi memerlukan strategi yang mantap dan jelas. Salah sat
instrumen ilmiah yanng umum digunakan dalam penentuan strategi organisasi ialah
analisis SWOT, yaitu Strengths (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunities
(Peluang), dan Threats (Ancaman). Agar analisis SWOT benar-benar ampuh sebagai
instrumen pembantu dalam penentuan dan pelaksanaan strategi organisasi,
diperlukan informasi menngenai kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman yang
mungkin dihadapi oleh organisasi tersebut.
c.
Perencanaan
Strategi yang telah dirumuskan dan ditetapkan
memerlukan penjabaran melalui penelenggaraan fungsi perencanaan. Karena
perencanaan merupakan salah satu hal yang penting dalam organisasi, perlu diketahui
secepat mungkin berbagai resiko dan faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab
kegagalan pelaksanaan tujuan dan strategi organisasi. Informasi-informasi yang
dibutuhkan dalam proses perencanaan adalah 5 W 1 H, yaitu what (apa), when (kapan),
where (di mana), who (siapa), why (mengapa), dan how (bagaimana).
d.
Penyusunan Program Kerja
Penyusunan program kerja merupakan rincian sistematis
dari rencana kerja jangka waktu menengah. Keenam pertanyaan di atas harus
terjawab dalam penyusunan program kerja dimana ia harus bersifat kuantitatif,
menyatakan secara jela dan konkrit hasil yang diharapkan, standar kinerja
jelas, mutu hasil pekerjaan ditetapkan secara pasti, dan program kerja disusun
sedemikian rincinya sehingga dapat dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan
kegiatan operasional.
Penyusunan program kerja mencakupi : pengorganisasian, pergerakan SDM, pengawasan, penilaian, dan sistem umpan balik.
Penyusunan program kerja mencakupi : pengorganisasian, pergerakan SDM, pengawasan, penilaian, dan sistem umpan balik.
FUNGSI
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
Didalam SIM ini terdapat beberapa fungsi yang dibutuhkan oleh sebuah
perusahaan, diantaranya :
·
Pencarian data
·
Penginformasian data kepada user (dapat berupa report
text, dalam bentuk tabel, atau dalam bentuk grafik)
·
Penyimpanan data
STUDY KASUS
UNTUK MENGULAS CIM
Pada beberapa perusahaan, terdapat perusahaan yang mengatur cashflow
proyeknya secara terpusat dimana inflow perusahaan yang hanya berasal dari
pembayaran termyn proyek dikumpulkan di pusat kemudian setelah dari pusat baru
uang tersebut digunakan untuk outflow operasional proyek dan perusahaan. Selama
ini Manajemen cashflow secara terpusat yang dilakukan masih kurang baik.
Cashflow perusahaan seringkali negatif untuk beberapa periode waktu tertentu.
Hal ini pada akhirnya menimbulkan keterlambatan pada proyek-proyek. Dalam
penelitian ini akan dibuat suatu Sistem Manajemen Informasi yang dapat
digunakan untuk memberikan informasi cashflow rencana secara lebih komprehensif
dan cepat. Metodologi penelitian yang dipakai dalam penyusunan Sistem Manajemen
Informasi adalah the waterfall method.
Metode ini melakukan penyusunan Sistem Manajemen Informasi secara berurutan
melalui proses planning, scoping, analysis, dan design, dimana masing masing
proses tidak dapat dimulai sebelum proses pendahulunya selesai dilakukan.
Sistem Manajemen Informasi yang dibuat kemudian diimplementasi ke
proyek-proyek perusahaan yang dalam penelitian ini dimisalkan, PT. X antara
bulan Agustus 2009 – Maret 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem
Manajemen Informasi yang dibuat tersusun atas tampilan dan database yang
terdiri atas beberapa entitas. Dari Studi Kasus didapatkan juga bahwa Sistem
Manajemen Informasi yang dibuat dapat memberikan output rencana Scheduling
Waktu pelaksanaan proyek-proyek dan Scheduling Cashflow perusahaan secara
akurat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem informasi manajemen
perusahaan sangatlah penting dalam mengelola, memperbaiki, bahkan memajukan
suatu perusahaan. Jika tidak ada sistem informasi manajemen yang baik dapat
dipastikan bahwa perusahaan akan mengalami kebangkrutan atau gulung tikar
seiring dengan waktu.
DECISION SUPPORT SYSTEM
Istilah dari decision support system telah digunakan dengan banyak cara
(Alter 1980) dan menerima banyak definisi yang berbeda menurut pandangan dari
sang penulis (Druzdzel dan Flynn 1999). Finlay (1994) dan lainnya mendefiniskan
DSS kurang lebih sebagai sebuah sistem berbasis komputer yang membantu dalam
proses pengambilan keputusan.
Turban (1995) mendefinisikan secara lebih spesifik dengan, sesuatu yang interaktif,flexible
dan dapat menyesuaikan diri(adaptable) dari sistem informasi berdasarkan
komputer, khususnya pengembangan untuk mendukung pemecahan masalah dari
non-struktur management, untuk meningkatkan pengambilan keputusan. Dengan
menggunakan data, mendukung antar muka yang mudah digunakan dan memberikan
wawasan untuk sang pengambil keputusan.
Definisi lainnya bisa jadi gugur dibandingkan dengan dua pandangan ekstrim
berikut, Keen dan Scott Morton (1978), DSS adalah dukungan berdasar kan
komputer untuk para pengambil keputusan management yang berurusan dengan
masalah semi-struktur. Sprague dan Carlson (1982), DSS adalah sistem
berdasarkan komputer interaktif yang membantu para pengambil keputusan
menggunakan data dan model-model untuk memecahkan masalah yang tak
terstruktur(unstructured problem). Menurut Power (1997), istilah DSS
mengingatkan suatu yang berguna dan istilah inklusif untuk banyak jenis sistem
informasi yang mendukung pembuatan pengambilan keputusan. Dia dengan penuh
humor menambahkan bahwa jika suatu sistem komputer yang bukan OLTP, seseorang
akan tergoda untuk menyebutnya sebagai DSS.
Seperti yang kita lihat, DSS memiliki banyak arti dengan maksud yang kurang
lebih hampir sama, yaitu suatu sistem komputer yang berguna bagi para pengambil
keputusan untuk memecahkan masalah mereka yang kurang lebih berhadapan dengan
masalah non-struktur atau semi-struktur
F.
Balanced
ScoreCard (BSC)
a. Pengertian
“It is a holistic methodology that
converts an organization’s vision and strategy into a comprehensive set of
linked performance and action measures that provide the basis for successful
strategic measurement and management.” (Voelker, Kathleen E., et all, 2001).
“A multidimensional framework for
describing, implementing, and managing strategy at all levels of an enterprise
by linking objectives, initiatives, and measures to an organization’s strategy.”
(Kaplan and Norton 1996).
“The BSC is an integrated
resultsoriented set of key-performance measures, including financial and
nonfinancial measures, which comprise current performance and drivers of future
performance.” (Beard , Deborah F.).
Dari pengertian BSC yang dikutip
diatas, maka dapat disimpulkan, BSC adalah sebuah kertas kerja yang digunakan
untuk mengatur proyek yang dikerjakan, mengukur kinerja dari staf maupun tim,
dan memberikan hasil kepada managerial dalam pengambilan keputusan yang
nantinya keputusan ini akan mempengaruhi visi dan misi serta objektif dari
perusahaan.
b. Karakteristik
Menurut John Sterling pada jurnalnya yang berjudul
“Using The Balanced Scorecard In A Sophisticated Law Firm” tahun 2007, terdapat
4 (empat) karakteristik dalam kertas kerja BSC ini, yaitu:
1.
Pengukuran Finansial: pengukuran ini mendefinisikan
kebutuhan dari stakeholders dan ekspetasi dari perusahaan. Dalam beberapa
kalangan, BC dianggap sebagai reaksi berfokus terhadap nilai pemegang saham.
Itu adalah kesimpulan yang salah. Penulis hanya mendefinisikan kebutuhan
manajemen untuk mengukur unsur-unsur lain dari strategi dan operasi jika hal
itu dipandang akan memberikan hasil keuangan yang lebih baik.
2.
Pengukuran terhadap pelanggan: pengukuran ini lebih
berfokus bagaimana perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan dan
mengukur tingkat kepuasan pelanggan. Beberapa yang diukur adalah fleksibilitas,
inovasi, tanggung jawab, dan lainnya yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan.
3.
Pengukuran terhadap pengembangan dan pembelajaran:
pengukuran ini lebih berfokus pada bagaimana perusahaan menerapkan perubahan
dalam organisasi dan mengembangkan sektor-sektor yang masih perlu peningkatan.
4.
Pengukuran terhadap bisnis proses perusahaan:
pengukuran ini berfokus pada bagaimana perusahaan meningkatkan bisnis proses
terhadap strategi bisnis, sehingga bisnis perusahaan dapat berjalan dengan baik
dan meningkat.
1. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja
keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum
digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja
tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang
diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard adalah suatu
metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan
non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC
dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam
mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000)
sebagai berikut:
a.
Peningkatan customer 'yang puas sehingga meningkatkan
laba (melalui peningkatan revenue).
b.
Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan
sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
c.
Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan
financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan
investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan
penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada
pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah
direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif
yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan
organisasi.
Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh
(growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam
siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap
awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki
produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber
daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta
mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem,
infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan
kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan
pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur
persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di
pasar sasaran.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan,
perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang
menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus
menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi
dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis
ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka
harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih
baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat
yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk
semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan
dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential
customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara
terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok
pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:
perspektif pelanggan, yaitu:
a.
Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur
bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan,
mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan.
Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa
pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan
yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
b.
Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value
proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui
bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang
potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat
menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan
perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi
pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan
perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan
kepuasan pelanggan.
Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
·
Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan
kualitas produk.
·
Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi
produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman,
serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan
yang bersangkutan.
·
Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor
intangible bagi perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan
perusahaan, atau membeli produk.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal
menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value
proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar
yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial
retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai
seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum,
Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
a.
Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam
keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan
inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri
atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan
proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil
inovasi dari perusahaan tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk
tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi
tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya
investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
b.
Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan
perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk
dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk
kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta
menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
c.
Pelayanan puma jual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini,
dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan
infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk
menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu badan usaha saat
melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa,
tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia,
sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis
internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada
dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka
suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan,
yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata
ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal
perusahaan, yaitu:
1.
Kapabilitas pekerja.
Kapabilitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi
pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang
harus diperhatikan oleh manajemen:
a.
Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk
meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada
konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan
pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan
informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta
dukungan dari atasan.
b.
Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan
pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan
investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang
bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari
perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c.
Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh
keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan
kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan
oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output
tersebut.
d.
Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas
sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan
informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan.
e.
Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi,
dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif.
Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang
diberikan pekerja.
CORPORATE
SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
Dalam konteks global, istilah Corporate Social Responsibility (CSR) mulai
digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran
buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business
(1998), karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable
development, yakni economic growth, environmental protection, dan social
equity, yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED)
dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P,
yang dapat artikan sebagai profit, planet dan people. Perusahaan yang baik
tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit) melainkan pula memiliki
kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan
masyarakat (people).
Saat ini belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh
berbagai lembaga. Beberapa definisi CSR di bawah ini menunjukkan keragaman
pengertian CSR menurut berbagai organisasi:
·
World Business Council for Sustainable Development:
Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk
berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya
meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal
dan masyarakat luas pada umumnya.
·
International Finance Corporation:
Komitmen dunia bisnis untuk memberikan kontribusi
terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan,
keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan
kehidupan mereka melalui cara-cara yang baik bagi bisnis maupun pembangunan.
·
Institute of Chartered Accountants, England and Wales:
Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi dampak
positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi para
pemegang saham (shareholders) mereka.
·
Canadian Government:
Kegiatan usaha yang mengintegrasikan ekonomi,
lingkungan dan sosial ke dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi,
dan operasi perusahaan yang dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab
untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan berkembang.
·
European Commission:
Sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan
perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam
interaksinya dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan
prinsip kesukarelaan.
·
CSR Asia: Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara
berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya
menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.
International Organization for Standardization, sebuah lembaga sertifikasi
internasional, saat ini sedang melakukan pengembangan standar internasional ISO
26000 mengenai Guidance on Social Responsibility yang juga memberikan definisi
CSR. Meskipun pedoman CSR standar internasional ini baru akan ditetapkan tahun
2010, draft pedoman ini bisa dijadikan rujukan. Menurut ISO 26000, CSR adalah:
“Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan¬keputusan
dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam
bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan
berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan para
pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku
internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (draft 3,
2007)”.
Berdasarkan pedoman ini, CSR tidaklah sesederhana sebagaimana dipahami dan
dipraktekkan oleh kebanyakan perusahaan. CSR mencakup tujuh komponen utama,
yaitu: the environment, social development, human rights, organizational
governance, labor practices, fair operating practices, dan consumer issues.
Di Indonesia, CSR semakin menguat setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU
Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007, dimana dalam pasal 74 antara lain diatur
bahwa :
1.
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan.
2.
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana
dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3.
Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam Pasal 74 ayat 1 disebutkan bahwa Perseroan (mengacu pada UU
No.40/2007 Pasal 1 ayat 1 bahwa Perseroan diartikan sebagai Perseroan Terbatas)
yang menjalankan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam
wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan, namun tidak dijelaskan
apakah hal tanggung jawab yang sama juga diwajibkan bagi entitas usaha yang
tidak berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas. Sehingga, hal ini dapat
menimbulkan penafsiran bahwa entitas usaha yang tidak berbentuk Perseroan
Terbatas tidak diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan (mengacu pada UU No. 40/2007 Pasal 1 ayat 3 definisi Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun
masyarakat pada umumnya).
Selanjutnya, bunyi pasal 74 ayat 1 tersebut menimbulkan pertanyaan lain
yaitu apakah Perseroan Terbatas yang tidak menjalankan kegiatan usaha di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam dapat diartikan tidak diwajibkan
melaksanakaan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR). Selain itu, UU PT
tidak menyebutkan secara rinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3 dan 4
hanya disebutkan bahwa CSR "dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya
perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran". PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru
akan diatur oleh Peraturan Pemerintah (belum terbit).
Peraturan lain yang menyinggung CSR adalah UU No.25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa "Setiap penanam modal
berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan." Meskipun UU
ini telah mengatur sanksi-sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau
usaha perseorangan yang mengabaikan CSR (Pasal 34), UU ini baru mampu
menjangkau investor asing dan belum mengatur secara tegas perihal CSR bagi
perusahaan nasional.
Menurut Edi Suharto (2008), peraturan tentang CSR yang relatif lebih
terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudian dijabarkan
lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.:Per-05/MBU/2007 yang mengatur
mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR. Seperti diketahui, CSR
milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dalam UU BUMN
dinyatakan bahwa selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah juga memberikan
bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan
masyarakat. Selanjutnya, Permeneg BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL
berasal dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar maksimal 2 persen yang dapat
digunakan untuk Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan.
Peraturan ini juga menegaskan bahwa pihak-pihak yang berhak mendapat
pinjaman adalah pengusaha beraset bersih maksimal Rp 200 juta atau beromset
paling banyak Rp 1 miliar per tahun. Namun, UU ini pun masih menyisakan
pertanyaan. Selain hanya mengatur BUMN, Program Kemitraan perlu dikritisi
sebelum disebut sebagai kegiatan CSR. Menurut Sribugo Suratmo (2008), kegiatan
Kemitraan mirip dengan sebuah aktivitas sosial dari perusahaan namun di sini masih
ada unsur bisnisnya (profit motive). Masing-masing pihak harus memperoleh
keuntungan.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar